• Pondok Pesantren Nurul Hikmah Untuk Menghafal al-Qu’ran Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah Maturidiyyah | Shadaqah Jariyah Donasi Pembebasan Lahan Untuk Pondok Pesantren Nurul Hikmah Terima kasih. Baaraka Allahu fiik!
Minggu, 28 Mei 2023

Bagian 3 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat

Bagikan

Ringkasan Catatan al-Muhaddits Syekh Abdullah ibn as-Shiddiq al-Ghumari Dalam Kitab al-Fawa’id al-Maqshudah[1]

 

[Hadits al-Jariyah Dan Paham Menyimpang al-Albani]

Hadits al-Jariyah diriwayatkan oleh beberapa ulama hadits. Di antaranya diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan lainnya. Redaksi hadits al-Jariyah dari Mu’awiyah ibn al-Hakam adalah sebagai berikut:

عن معاوية بن الحكم السلمي قال: “كانت لي غنم بين أحد والجوانية فيها جارية لي، فاطلعت ذات يوم، فإذا الذئب قد ذهب منها بشاة، وأنا رجل من بني آدم فأسفت، فصككتها، فأتيت إلى النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت ذلك له، فعظم ذلك علي، فقلت: يا رسول الله: أفلا أعتقها؟ قال: ادعها، فدعوتها، فقال لها:  أين الله؟ قالت: في السماء قال: مَنْ أنا؟ قالت: أنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أعتقها فإنها مؤمنة”. رواه مسلم وأبو داود والنسائي، وغيرهم.

[Maknanya]: “Dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami, berkata: “Aku memiliki sekelompok kambing di antara gunung Uhud dan al-Jawaniyah. Di sana ada seorang budak perempuan miliku. Suatu hari budak itu melepaskan kambing-kambing tersebut. Ternyata ada seekor srigala yang memangsa salah satu kambing-kambing itu. Aku menyesalinya. Maka aku pukul budak tersebut. maka aku mendatangi Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya prihal kejadian itu. Dan aku sangat menyesali bahwa aku telah memukulnya. Maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan saja budak tersebut?”, Rasulullah berkata: “Panggilah ia”. Maka aku memanggilnya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Aina Allah?”. Si budak berkata: “Fis-sama’”. Rasulullah berkata: “Sipakah aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seorang yang beriman”. (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i dan lainnya).

Al-Albani, sesuai dengan pemahamannya dan keyakinannya, membuat catatan dalam karyanya; Mukhtashar al-‘Uluww, mengomentari hadits tersebut, berkata:

ففي الخبر مسألتان، أحدهما؛ شرعية قول المسلم أين الله؟ وثانيهما؛ قول المسؤول في السماء، فمن أنكر هاتين المسألتين فإنما ينكر على المصطفى صلى الله عليه وسلم. اهـ

[Maknanya]: “Dalam hadits ini ada dua masalah; Salah satu dari keduanya (Ahaduhuma); adalah disyari’atkannya bagi seorang muslim mengucapkan “Aina Allah?”. Dan yang keduanya (Wa tsanihima); Allah di langit. Dengan demikian siapa yang mengingkari dua masalah ini maka ia telah mengingkari apa yang datang dari Rasulullah”. [–Demikian tulisan al-Albani dalam pemahamannya dan keyakinannya terhadap hadits al-Jariyah–].

Syekh Abdullah al-Ghumari kemudian membuat catatan penting menanggapi catatan sesat al-Albani di atas, sebagai berikut:

قوله (يعني الألباني)؛ وثانيهما لحن، والصواب وثانيتهما، وكذلك أحدهما والصواب إحداهما.

[Maknanya]: “Perkataan al-Albani “wa tsanihima” adalah kesalahan dalam berbahasa (secara gramatika). Seharusnya; “wa tsaniyatuhuma”.  Demikian pula dengan perkataannya; “ahaduhuma” adalah salah. Seharusnya; “ihdahuma”.

Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menuliskan:

واستنباطه غيره صحيح لأن الحديث شاذ لا يجوز العمل به وبيان شذوذه من وجوه؛ مخالفته لما تواتر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان إذا أتاه شخص يريد الإسلام سأله عن الشهادتين، فإذا قبلهما حكم بالإسلام.

[Maknanya]: “Adapun kesimpulan al-Albani terhadap hadits tersebut dengan menetapkan dua perkara di atas adalah kesimpulan yang ekstrim (syadz). Pemahamannya ini tidak boleh diambil. Penjelasannya adalah karena beberapa segi sebagai berikut: Hadits ini menyalahi hadits lainnya yang Mutawatir. Sesungguhnya Rasulullah apabila didatangi seseorang yang ingin masuk Islam maka beliau meminta orang tersebut untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat. Setelah itu maka ia dihukumi sebagai seorang muslim”.

[Dalam catatan di atas Syekh Abdullah al-Ghumari menegaskan bahwa hadits al-Jariyah menyalahi hadits mutawatir yang merupakan kaedah Ushuliyyah. Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim adalah apa bila di bersaksi dengan dua kalimat Syahadat. Rasulullah bersabda:

أُمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النّاسَ حَتّى يَشْهَدُوا أنْ لا إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّي رَسُوْلُ الله

[Maknanya]: “Aku (Muhammad) diperintah untuk memerangi manusia (yang kafir) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah”.]

 

[Hadits al-Jariyah Adalah Hadits Syadz (Asing)]

[Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menjelaskan bahwa hadits al-Jariyah adalah hadits Syadz (asing)[2]; tidak dapat dijadikan dalil, –terlebih dalam perkara aqidah–, dan bahwa tersebut diriwayatkan dengan berbagai versi dan dengan redaksi yang berbeda-beda dan saling bertentangan. Sebagai berikut;]

(Satu) ; Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Imam Malik adalah:

في الموطأ عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود أن رجلا من الأنصار جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بجارية سوداء، فقال: يا رسول الله علي رقبة مؤمنة، فإن كنت تراها مؤمنة أعتقتها، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتشهدين أن لا إله إلا الله؟ قالت: نعم، قال: أتشهدين أن محمدا رسول الله؟، قالت: نعم، قال: أتوقنين بالعث بعد الموت؟، قالت: نعم، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أعتقها.

[Maknanya]: Dalam kitab al-Muwatha-tha’, dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah ibn Mas’ud; bahwa ada seorang laki-laki dari kaum Anshar datang kepada Rasulullah dengan seorang budak peempuan hitam. Laki-laki tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki seorang hamba sahaya perempuan yang beriman, jika engkau memandangnya sebagai orang beriman maka aku akan memerdekakannya”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau meyakini dengan adanya  kebangkitan setelah kematian?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata –kepada pemilik budak tersebut–: “Merdekakanlah ia”.

Catatan penting dari Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap hadits al-Jariyah riwayat Imam Malik di atas menyebutkan:

وهذا هُوَ المعلومُ مِنْ حَال النّبي صلى الله عليه وسلم ضرورَةً. اهـ

[Maknanya]: “Inilah (pondasi pokok) yang telah diketahui dari Rasulullah dan diyakini oleh semua orang Islam; (adalah bahwa seorang kafir dihukumi menjadi seorang Muslim dengan diambil kesaksiannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat)”.

(Dua) ; Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi sebagai berikut:

روى الحافظ أبو إسماعيل الهروي في كتاب الأربعين في دلائل التوحيد من طريق سعيد بن المرزبان عن عكرمة عن بن عباس، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم ومعه جارية أعجمية سوداء، فقال: علي رقبة فهل تجزئ هذه عني؟ فقال: أين الله؟ فأشارت بيدها إلى السماء، فقال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.

[Maknanya]: Al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi meriwayatkan dalam Kitab  al-Arba’in Fi dala-il at-Tawhid, dari jalur Sa’id ibn Mirzaban dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, bersamanya seorang budak perempuan hitam non arab (‘ajamiyyah). Laki-laki tersebut berkata: “Aku memiliki hamba sahaya, apakah ini cukup dariku?”. Rasulullah berkata kepada budak: “Aina Allah?”. Maka si budak berisyarat dengan tangannya ke arah langit . Maka Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah, ia seorang budak beriman”.

[Catatan penting Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap riwayat al-Harawi di atas mengatakan sebagai berikut]:

وهَذا أيضًا حَديثٌ شاذّ وضَعيفٌ، فيه سَعيدُ بن المرزبان مَتروكٌ مُنكرُ الحديْث ومُدلِّسٌ

[Maknanya]: “Ini juga hadis yang asing (syadz) dan lemah (dla’if). Di dalam rangkaian sanad-nya terdapat perawi bernama Sa’id ibn al-Mirzaban, seorang matruk al-hadits (orang yang riwayat haditsnya ditinggalkan) dan mudallis (pelaku reduksi/mengaburkan hadits)”.

(Tiga) : Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat al-Hafizh al-Bayhaqi dalam kitab as-Sunan al-Kubra. Ada dua riwayat dari al-Bayhaqi sebagai berikut:

[Hadits Pertama]:

من طريق عون بن عبد الله بن عتبة، حدثني أبي عن جدي، قال: جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بأمة سوداء، فقالت: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة أتجزئ عني هذه؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ربك؟ قالت: الله ربي، قال: فما دينك؟ قالت الإسلام، قال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أفتصلين الخمس وتقرين بما جئت به من عند الله؟ قالت: نعم، فضرب صلى الله عليه وسلم على ظهرها، وقال: أعتقها.

[Maknanya]: “Dari jalur Aun ibn Abdillah ibn ‘Utbah, berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku oleh ayahku dari kakeku, berkata: Telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah dengan seorang budak perempuan hitam. Perempuan tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki seorang budak perempuan beriman, apakah ini mencukupi dariku?”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Siapakah Tuhan-mu?”. Si budak menjawab: “Allah Tuhanku”. Rasulullah berkata: “Apa agamamu?”. Si budak menjawab: “Islam”. Rasulullah berkata: “Siapa aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah bersabda: “Apakah engkau shalat lima waktu dan engkau mengakui dengan apa yang dibawa olehku dari Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Maka memukul oleh Rasulullah pada punggungnya, dan berkata: “Merdekakanlah ia”.

[Hadits ke dua]:

من طريق حماد بن سلمة عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن الشريد بن سويد الثقفي، قال: قلت: يا رسول الله إن أمي أوصت إلي أن أعتق عنها رقبة وأنا عندي جارية نوبية، فقال رسول الله صلى الله عليه وءاله وسلم: ادع بها، فقال: من ربك؟ قالت: الله، قال: فمن أنا؟ قالت: رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.

[Maknanya]: Dari jalur Hammad ibn Salamah, dari Muhammad ibn ‘Amr, dari Abi Salamah, dari asy-Syuraid ibn Suwaid ats-Tsaqafi, berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah berwasiat kepadaku agar aku memerdekakan seorang hamba sahaya atas nama dirinya. Dan aku memiliki seorang hamba sahaya nubiyyah”. Maka berkata Rasulullah: “Datangkanlah ia?”. Maka Rasulullah berkata: “Siapakah Tuhanmu?”. Si budak menjawab: “Allah”. Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak mejawab: “Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia, maka sungguh ia seorang beriman”.

Syekh Abdullah al-Ghumari mengatakan bahwa dua hadits riwayat al-Bayhaqi di atas menyalahi hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam. Dan kedua hadits riwayat al-Bayhaqi ini menguatkan kenyataan bahwa hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam sebagai hadits syadz.

(Empat) : Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Ahmad ibn Hanbal dalam Musnad-nya, sebagai berikut:

ثنا عبد الرزاق ثنا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله عن رجل من الأنصار أنه جاء بأمة سوداء  وقال: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة فإن كنت ترى هذه مؤمنة أعتقتها ، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله ؟ قالت : نعم، قال : أتشهدين أني رسول الله ؟ قالت : نعم، قال : أتؤمنين بالبعث بعد الموت ؟ قالت : نعم، قال : أعتقها.

[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abdurrazzaq, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari az-Zuhri, dari Ubaidillah ibn Abdillah, dari seorang laki-laki dari kaum Anshar bahwa ia datang dengan seorang budak perempuan hitam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki budak perempuan beriman. Maka jika engkau memandang ini hamba sahaya beriman aku merdekakan ia”. Maka berkata Rasulullah bagi hamba sahaya tersebut: “Apakah bersaksi engkau bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah bersaksi engkau bahwa aku Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau beriman dengan peristiwa kebangkitan setelah kematian”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia”.

Demikian hadit al-Jariyah riwayat Imam Ahmad[3]. Dan hadits dengan redaksi ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwath-tha’ secara mursal.

(Catatan Penting): Hadits riwayat Imam Ahmad ibn Hanbal Imam Malik  sesuai dengan kaedah-kaedah Tauhid. Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim apa bila ia bersaksi, mengucapkan dengan lidahnya terhadap dua kalimat syahadat.

(Lima) : Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat al-Hafizh al-Bazzar, sebagai berikut:

حدثنا مجد بن عثمان ثنا عبيد الله ثنا ابن أبي ليلى عن المنهال بن عمرو عن سعيد بن جبير عن ابن عباس، قال: أتى رجل النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : إن على أمي رقبة مؤمنة، وعندي أمة سوداء، فقال صلى الله عليه وسلم : ائتني بها، فقال له رسول الله صلى الله عليه سلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ؟ قالت: نعم، قال: فأعتقها.

[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Majd ibn ‘Utsman, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidillah, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ibn Abi Laila, dari al-Minhal ibn ‘Amr, dari Sa’id ibn Jubair, dari Ibn Abbas, berkata: “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, ia berkata: “Sungguh ibuku harus memerdekakan seorang budak. Dan aku memiliki seorang budak perempuan hitam”. Rasulullah berkata: “Datangkan ia kepadaku”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Apakah bersaksi engkau bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia”.

 

[Hadits al-Jariyah Menyalahi Hadits Jibril]

[Sayyid Syekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam catatannya melanjutkan]:

“Sesungguhnya Rasulullah telah menjelaskan rukun-rukun Iman (yang paling pokok) dalam hadits, ketika malaikat Jibril bertanya kepadanya, maka Rasulullah menjawab: “Iman adalah engkau beriman dengan para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rasul-Nya, hari akhir, dan beriman engkau dengan Qadar Allah; yang baiknya dan yang buruknya”. Dalam hadits Jibril ini tidak ada penyebutan aqidah Allah bertempat di langit.

Aqidah tersebut; keyakinan Allah bertempat di langit sama sekali tidak menetapkan keyakinan tauhid dan tidak menafikan syirik. Karena itu tidak diterima –secara syara’ dan akal– bila Rasulullah menghukumi orang yang mengatakan Allah di bertempat di langit sebagai seorang yang beriman.

Kemudian ungkapan “Allah fis-sama’”, –menurut sebagian ulama yang mengmabil hadits ini– tidak boleh dipahami dalam makna harfiahnya. Tetapi menurut mereka ungkapan tersebut harus ditakwil, yaitu dalam makna “ketinggian kedudukan/derajat” (al-‘uluww al-ma’nawi).

Al-Bajiy, dalam menjelaskan makna perkataan budak perempuan tersebut; “fis-sama’”, berkata: “Kemungkinan yang dimaksud “fis-sama’” oleh hamba sahaya tersebut adalah ketinggian derajat. Dan ungkapan demikian itu biasa dipergunakan bagi yang memiliki derajat yang tinggi. Bila dikatakan “Fulan fis-sama’”; maka maksudnya “si fulan seorang yang tinggi kedudukannya, dan tinggi derajatnya”. –Bukan artinya si fulan tersebut bertempat di langit–.

As-Subki dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan beberapa untaian bait sya’ir yang disandarkan kepada sahabat Abdullah ibn Rawahah:

شَهِدْتُ بأنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ * وأنَّ النّارَ مَثْوَى الكافِرِيْنَا

وَأنَّ العَرْشَ فَوقَ الماءِ طاَفَ * وَفَوقَ العَرْشِ رَبُّ العَالميْنَا

[Maknanya]: “Aku bersaksi bahwa janji Allah adalah haq (benar adanya), dan bahwa nereka adalah tempat bagi orang-orang kafir”.

“Dan bahwa Arsy berada di atas air. Dan Allah lebih agung dari Arsy (pada derajat-Nya dan kedudukan-Nya), Dia Tuhan semesta alam”.

Setalah mengutip bait sya’ir ini as-Subki berkata: “Alangkah baik apa yang dikatakan oleh Imam ar-Rafi’i dalam kitab al-Amali. Ia mengutip bait-bait sya’ir ini, bahwa fauqiyyah yang dimaksud di sini adalah ketinggian derajat dan kedudukan (fawqiyyah al-‘azhamah), itu untuk membedakan antara sifat Allah dengan sifat-sifat para makhluk yang mengandung kelemahan dan kehancuran (serta perubahan)”.

[Demikian catatan Sayyid Syekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam kitabnya berjudul al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah]. Seperti yang anda lihat pada judul kitab ini, maknanya adalah: “Faedah-faedah yang diharapkan dalam penjelasan hadits-hadits yang asing (aneh) dan tertolak”. Dan hadits al-Jariyah riwayat Imam Muslim di atas adalah masuk kategori asing, aneh, dan tertolak –syadz mardud–].

[1] Catatan ini adalah terjemah dari al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah, karya al-Muhaddits Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari, dengan beberapa penyesuaian terjemahan. Untuk lebih detail dan komprehensif silahkan merujuk kepada kitab dimaksud.

[2] Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah (terpercaya) tetapi menyalahi mayoritas perawi tsiqah lainnya, sehingga riwayat yang satu orang ini nampak asing, karena menyalahi dan berbeda dengan perawi lainnya.

[3] Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, j. 3, h. 451

SebelumnyaBagian 2 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa TempatSesudahnyaBagian 4 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat
Status LokasiWakaf
Tahun Berdiri2019