Bagian 9 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat
Penjelasan Firman Allah QS. al-Mulk: 16
(( ءَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ اْلأَرْضَ ))
Berikut ini adalah penjelasan para Ulama ahli tafsir dalam makna firman Allah QS. al-Mulk: 16; bahwa yang dimaksud dengan “Man Fis-sama” adalah Malaikat, atau yang dimakasud adalah Allah tetapi dengan takwil “Yang maha tinggi deajat dan kedudukan-Nya”. Bukan dalam makna Allah bertempat di langit.
﴾ 1 ﴿
(Penjelasan al-Fakr ar-Razi Dalam Tafsir-nya)
Al-Imam al-Mufassir al-Fakhr ar-Razi (w 603 H) dalam kitab tafsir-nya yang dikenal dengan Tafsir al-Fakh ar-Razi, yang juga populer dengan nama at-Tafsir al-Kabir Wa Mafatih al-Ghaib, menuliskan sebagai berikut:
اعلم أن المشبهة احتجوا على إثبات المكان لله تعالى بقوله (ءأمنتم من في السماء)، والجواب عنه أن هذه الآية لا يمكن إجراؤها على ظاهرها باتفاق المسلمين، لأن كونه في السماء يقتضي كون السماء محيطا به من جميع الجوانب فيكون أصغر من السماء، والسماء أصغر من العرش بكثير، فيلزم أن يكون الله تعالى شيئا حقيرا بالنسبة إلى العرش، وذلك باتفاق أهل الإسلام محال، ولأنه تعالى قال (قل لمن ما في السموات والأرض قل لله) الأنعام: 12، فلو كان في السماء لوجب أن يكون مالكا لنفسه وهذا محال، فعلمنا أن هذه الآية يجب صرفها عن ظاهرها إلى التأويل. اهـ
[Maknanya]: “Ketahuilah, bahwa kaum Musyabbihah [kaum sesat menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya] mereka berdalil dalam menetapkan tempat bagi Allah dengan firman-Nya “A-amintum Man Fis-Sama’”. Jawaban untuk itu: “Sesungguhnya ayat ini (QS. al-Mulk: 16) tidak mungkin diberlakukan atas zahirnya dengan kesepakatan orang-orang Islam. Karena jika adanya Allah bertempat di langit maka berarti Dia diliputi oleh langit dari berbagai penjurunya. Dan dengan demikian maka berarti Dia lebih kecil dari langit itu sendiri. Sementara itu, langit sangat kecil di banding Arsy. Dan bila demikian maka berarti Allah sangat jauh lebih kecil lagi di banding Arsy. Perkara demikian itu adalah sesuatu yang mustahil dengan kesepakatan semua orang Islam. Juga, karena sesungguhnya Allah berfirman: “Katakanlah, miliki siapakah segala sesuatu yang ada di langit-langit dan yang ada di bumi, katakanlah; milik Allah” (QS. al-An’am: 12). Maka jika Allah bertempat di langit maka berarti Dia memiliki diri-Nya sendiri. Tentu, Ini adalah perkara mustahil. Dengan demikian kita mengetahui bahwa ayat ini wajib dipalingkan dari makna zahirnya kepada takwil[1].
﴾ 2 ﴿
(Penjelasan al-Qurthubi Dalam Tafsir-nya)
Al-Imam al-Mufassir Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi dalam tafsirnya yang fenomenal; al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, atau yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Qurthuni, menuliskan sebagai berikut:
وقيل تقديره أأمنتم من في السماء قدرته وسلطانه وعرشه ومملكته، وخص السماء وإن عم ملكه تنبيها على أن الإله الذي تنفذ قدرته في السماء لا في الأرض، وقيل هو إشارة إلى الملائكة، وقيل إلى جبريل وهو الملك الموكل بالعذاب. اهـ
[Maknanya]: “Firman Allah: “A-amintum Man Fis-Sama’…” (QS. al-Mulk: 16); Dikatakan; Prakiraan maknanya adalah “Adakah kalian aman terhadap yang kekuasaan-Nya, kerajaan-Nya, Arsy-Nya, dan keagungan-Nya berada di langit?”. Adapun penyebutan langit secara khusus, –yang padahal kekuasaan Allah meliputi segala apapun– adalah untuk memberikan peringatan bahwa Tuhan yang terlaksana kekuasan-Nya adalah sangat tinggi derajat-Nya, bukan sesembahan-sesembahan yang mereka agungkan di bumi. Dalam pendapat lain; yang dimaksud dengan ayat tersebut (QS. al-Mulk: 16); yang ada di langit adalah para Malaikat. Dalam pendapat lain; yang dimaksud ayat itu adalah Jibril; Malaikat yang diberi perwakilan untuk menurunkan siksa”[2].
﴾ 3 ﴿
(Penjelasan Abu Hayyan al-Andalusi Dalam Tafsir-nya)
Al-Imam an-Nahwiy (seorang pakar Nahwu) al-Mufassir Abu Abdillah Muhammad ibn Yusuf ibn Ali ibn Yusuf ibn Hayyan; yang lebih populer dengan sebutan Abu Hayyan al-Andalusiy (w 754 H) dalam kitab tafsir karyanya; al-Bahr al-Muhith, menuliskan sebagai berikut:
من في السماء هذا مجاز وقد قام البرهان العقلي على أنه تعالى ليس بمتحيز في جهة ومجازه أن ملكزته في السماء. اهـ
[Maknanya]: “Pengertian “Man Fis-sama’” ini adalah metafor (majaz). Telah tetap / benar dengan dalil akal bahwa Allah ada tanpa bertempat pada arah. Makna metafor-nya adalah bahwa kekuasaan-Nya di langit”[3].
﴾ 4 ﴿
(Penjelasan Nashiruddin al-Baydlawi Dalam Tafsir al-Baydlawi)
Al-Imam al-Mufassir Qadli al-Qudlat (Hakim Agung); Nashiruddin al-Baidlawi (W 685 H) dalam kitab tafsir karyanya berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta’wil, yang populer dengan nama Tafsir al-Baydlawi, menuliskan:
(ءأمنتم من في السماء) يعني الملاءكة الموكلين بتدبير هذا العالم، أو الله تعالى على تأويل من في السماء أمره وقضاؤه. اهـ
[Maknanya]: “Firman Allah: “Man fis-Sama’”; yang dimaksud adalah para Malaikat yang diberi perwakilan di atas mengatur alam ini. Atau “Man fis-sama’” yang dimaksud adalah Allah, dalam makna takwil “Yang ada dari langit perintah-Nya dan ketetapan-Nya”. [Bukan dalam makna Allah bertempat di langit][4].
﴾ 5 ﴿
(Penjelasan Ismail Haqqy Dalam Tafsir Ruh al-Bayan)
Al-Mufassir Abul Fida Isma’il Haqqy ibn Musthafa al-Istambuliy al-Hanafi (w 1127 H) dalam kitab tafsirnya berjudul Ruh al-Bayan, menuliskan sebagai berikut:
(من في السماء) يعني الملاءكة الموكلين بتدبير هذا العالم، أو الله تعالى على تأويل من في السماء أمره وقضاؤه، وهو كقوله تعالى (وهو الله في السموات وفي الأرض) الأنعام: 3، وحقيقته؛ ءأمنتم خالق السماء ومالكها.
قال في الأسئلة: “خص السماء بالذكر ليعلم أن الأصنام التي في الأرض ليست بآلهة، لا لأنه تعالى في جهة من الجهاتلأن ذلم من صفات الأجسام، وأراد أنه فوق السماء والأرض فوقية القدرة السلطان لا فوقية الجهة”. اهـ
[Maknanya]: Firman Allah: “Man fis-Sama’”; yang dimaksud adalah para Malaikat yang diberi perwakilan di atas mengatur alam ini. Atau “Man fis-sama’” yang dimaksud adalah Allah, dalam makna takwil “Yang ada dari langit perintah-Nya dan ketetapan-Nya”. [Bukan dalam makna Allah bertempat di langit]. Itu adalah seperti pada firman Allah “Wa Huwa Allah fis-samawati Wal Ardl” (QS. al-An’am: 3) [maknanya; Dialah Allah yang disembah di langit-langit dan di bumi]. Dan hakekatnya; “Adakah aman kalian terhadap yang menciptakan langit dan yang Pemilik-nya?!”.
Berkata dalam “al-As’ilah”; penyebutan langit secara khusus adalah untuk diketahui bahwa berhala-berhala yang ada di bumi bukanlah Tuhan, bukan untuk menetapkan bahwa Allah berada pada arah (atas) dari beberapa arah, karena memiliki arah itu adalah dari sifat-sifat benda. Dan bermaksud dari kata “fawq al-‘Arsy wal Ardl” adalah dalam makna ketinggian kekuaasaan dan keagungan; bukan dalam makna bertempat di arah atas”[5].
﴾ 6 ﴿
(Penjelasan as-Sabzawari Dalam Tafsir-nya)
Al-Mufassir Muhammad as-Sabzawari dalam kitab tafsir al-Jadid Fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, menuliskan sebagai berikut:
(ءَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ اْلأَرْضَ) يعني أمنتم عذاب الله تعالى الذي في السماء سلطانه وأمره وتدبيره، وفي الأرض تجري حكمته وتقديره؟ فهل أمنتم منه أن يأمر ملائكة العذاب فيخسف بكم الأرض بأن يشقها ويغرقكم فيها إذا عصيتموه؟. اهـ
[Maknanya]: “Firman Allah: “A-amintum Man Fis-Sama’ An Yakhsifa Bikum al-Ardl” (QS. al-Mulk: 16), artinya; adakah aman kalian terhadap siksa Allah yang di langit kekuasaan-Nya, urusan-Nya, dan pengatauran-Nya/ketetapan-Nya, dan yang di bumi berlaku hikmah-Nya dan taqdir-Nya?! Adakah kalian merasa aman jika Dia (Allah) memerintah para Malaikat pembawa siksa untuk membelah bumi terhadap kalian, dan menenggelamkan kalian di dalamnya jika kalian belaku maksiat kepada-Nya?!”[6].
﴾ 7 ﴿
(Penjelasan Dalam Tafsir al-Jalalain)
Dalam kitab Tafsir al-Jalalain, –kitab tafsir yang sangat populer–, dalam ayat QS. al-Mulk: 16 ini dijelaskan sebagai berikut:
(مَّن فِي السَّمَآءِ) سلطانه وقدرته. اهـ
[Maknanya]: “[Firman Allah]; “Man Fis-Sama’” [makna harfiahnya; “yang ada di langit”]; yang dimaksud adalah kerajaann-Nya dan kekauasaan-Nya[7].
﴾ 8 ﴿
(Penjelasan al-Habasyi Dalam ash-Shirath al-Mustaqim)
Al-Imam al-Hafizh Abu Abdir-Rahman Abdullah ibn Muhammad ibn Yusuf al-Harari (w 1429 H) dalam kitab ash-Shirath al-Mustaqim menuliskan sebagai berikut:
ويقال مثل ذلك في الآية التي تليها وهي أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا (سورة الملك: 17) فمن في هذه الآية أيضا أهل السماء، فإن الله يسلط على الكفار الملائكة إذا أراد أن يحل عليهم عقوبته في الدنيا كما أنهم في الآخرة هم الموكلون بتسليط العقوبة على الكفار لأنهم خزنة جهنم وهم يجرون عنقا من جهنم إلى الموقف ليرتاع الكفار برؤيته. اهـ
[Maknanya]: Demikian pula pemahaman seperti ini [bahwa langit adalah tempat para Malaikat] dalam ayat sesudahnya, yaitu:
أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَآءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا (سورة الملك: 17)
Kata “Man fis-sama’” dalam ayat ini juga bermakna “Ahlus-sama’” (artinya para penduduk langit, yaitu para Malaikat). Karena Allah memberikan kekuasaan kepada para Malaikat terhadap orang-orang kafir jika Allah berkehendak menimpakan siksa-Nya terhadap mereka di dunia. Sebagaimana pula para Malaikat yang ditugaskan oleh Allah di akhirat untuk menimpakan siksa terhadap orang-orang kafir, karena –di antara mereka– adalah para penjaga neraka. Para Malaikat pula yang akan menyeret sebagian dari neraka ke padang Mahsyar agar orang-orang kafir ketakutan dengan melihat sebagian dari neraka tersebut[8].
[1] Tafsir al-Fakhr Razi, j. 30, h. 69-70
[2] Tafsir al-Qurthubi, j. 8, h. 215
[3] Al-Bahr al-Muhith, j. 8, h. 302
[4] Tafsir al-Baydlawi, [Hasyiyah asy-Syihab], j. 8, h. 174
[5] Tafsir Ruh al-Ma’ani, j. 10, h. 90
[6] Al-Jadid Fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, j. 7, h. 199
[7] Tafsir al-Jalalain, h. 143 (Di catatan kaki al-Qur’an al-Karim Bi ar-Rasm al-‘Utsmani).
[8] Asy-Syarh al-Qawim Fi Hall Alfazh ash-Shirath al-Mustaqim, al-Habasyi, h. 162